Tulisan ini sebenernya pernah saya kirim ke redaksi majalah, tapi karena ga sempet edit2 lagi jadi saya menggagalkannya, what a lost :'( wish i have more than 24 hours a day!! bahkan ini saya copy langsung dari e-mail saya ke editornya, karena lupa dimana saya nyimpen filenya, hehe.... kasarnya begini:
Melepas kepenatan kuliah, saya bersama teman-teman berencana untuk berakhir minggu di Pulau Tidung. Pulau yang berjarak dua setengah jam dari Jakarta ini dapat menjadi tujuan pelarian sesaat dari kondisi hirukpikuknya ibukota.
Pulau Tidung dari gugus kepulauan seribu belakangan ini ramai dibicarakan banyak kalangan, khususnya mahasiswa. Selidik punya selidik beberapa mahasiswalah yang memang menjadi agen perjalanan wisata di pulau ini. Mereka mengorganisir warga untuk memberdayakan sumber daya yang ada untuk kemajuan wisata Pulau Tidung. Mereka juga menawarkan itinerary khusus pada pengunjung dengan harga sesuai dengan kantong mahasiswa. Biasanya seminggu sebelum perjalanan mereka akan memberikan briefing mengenai apa yang harus dan akan dilakukan selama perjalanan ke pulau tidung.
Tempat pemberangkatan kapal menuju pulau tidung adalah Pelabuhan Muara Angke. Saya cukup terkejut dengan banyaknya pengunjung yang akan mengunjungi pulau tidung pada akhir minggu itu. Dari Pelabuhan Muara Angke kami diberangkatkan menggunakan kapal yang kondisinya tidak cukup bagus menurut saya dan berdesak-desakan dengan beberapa pengunjung lainnya di dalam kapal. Kapal berangkat menuju Pelabuhan Pulau Tidung pukul delapan pagi. Sebagai alternatif dari sumber lain yang saya dapatkan ternyata untuk menuju Pulau Tidung kami tidak harus berdesak-desakan di atas kapal seperti yang saya lakukan, tetapi bisa juga berangkat dari Pelabuhan Marina, Ancol dengan kapal yang lebih bagus kondisinya.
Melewati Teluk Jakarta saya semakin cemas dengan apa yang akan kita dapatkan di Pulau Tidung nanti, bagaimana tidak, selama satu jam perjalanan laut, yang saya lihat adalah air laut yang keruh, sampah, batang kayu, bahkan sofa mengambang di atasnya. Teluk Jakarta benar-benar telah tercemar limbah, tidak hanya industri, namun juga rumah tangga.
Kecemasan saya tidak berlangsung lama, sesampainya di Pulau Tidung saya langsung terpana dengan beningnya air laut dan pepohonan hijau yang membentang di sepanjang dermaga pelabuhan pulau tidung. Kami disambut oleh warga Pulau Tidung yang memang bahu membahu setiap minggunya menyambut pengunjung yang datang dari luar pulau. Dari agen perjalanan, kami mendapat pemandu wisata yang memang merupakan orang asli Pulau Tidung.
Dari dermaga, kami berjalan menuju penginapan yang telah disediakan. Di Pulau Tidung ini tidak terdapat hotel, tetapi hampir sebagian dari warga pulau ini menyewakan rumahnya untuk dijadikan tempat menginap. Kami mendapatkan rumah dengan tiga tempat tidur, kamar mandi, TV, dan AC. Bahkan pemilik rumah yang kami tempati memperbolehkan kami menggunakan dapurnya, walau persoalan konsumsi telah diatur oleh agen perjalanan kami. Lebih dari cukup bagi kami yang hanya membayar seluruh biaya tur di Pulau Tidung ini sebesar 320 ribu rupiah.
Setelah beristirahat beberapa jam di rumah, kami siap untu ber-snorkeling. Peralatan snorkeling, yaitu fin, goggle, life vest, dan snorkel disediakan oleh agen perjalanan. Namun kita juga bisa menyewanya. Kami menaiki kapal tradisional yang lebih kecil untuk menuju snorkeling-spot. Karena banyaknya pengunjung di pulau ini, snorkeling spot harus dibagi, kami mendapatkan dua snorkeling spot, yaitu di Pulau Payung dan Pulau Air. Kedua pulau ini ditempuh selama 15 menit menggunakan kapal dari Pulau Tidung. Air lautnya jernih, terumbu karangnya indah, dan ikannya banyak. Kami bersnorkeling sambil memberi makan ikan-ikan tersebut dan mengambil foto-foto dalam air hingga lupa waktu. Tiba-tiba pemandu wisata kami sudah memberikan aba-aba bahwa kami harus bergegas sebelum matahari terbenam. Saat itu saya baru menyadari bahwa hari sudah sangat sore. Ah, rasanya tidak ingin beranjak dari laut.
Kapal kami menepi di dekat jembatan cinta, jembatan ini menghubungkan dua pulau dari pulau tidung, Pulau Tidung Besar yang berada di barat dan Pulau Tidung Kecil yang berada di Timur. Di sepanjang pantai dekat jembatan, banyak orang berjualan makanan, namun sayangnya makanan yang dijual disini hanya sebatas indomie dan bakso serta makanan ringan, kamipun berandai-andai jika saja ada seafood disini, lengkap sudah liburan singkat kami, sambil menikmati matahari terbenam kami menyantap seafood, andai saja...
Ternyata seafood datang pada malam hari. Setelah kami membersihkan diri di rumah, jam 8 malam kami dijemput pemandu wisata kami menggunakan sepeda. Masing-masing dari kami boleh memilih sepeda yang telah disediakan di halaman rumah. Bagi yang tidak dapat bersepeda, dapat naik becak menuju dermaga jembatan cinta. Malam hari itupun kami bersepeda menyusuri pantai. Di dermaga jembatan ini sudah tersedia ikan bakar beserta kecapnya. Rasanya bertambah nikmat ketika agen perjalanan menutup malam itu dengan kembang api di tepi pantai. Sungguh suasana yang romantis.
Pagi harinya kami kembali bersepeda menuju dermaga jembatan cinta menanti matahari terbit dan tidak lupa berfoto-foto di tepi pantai yang jernih, Kami berjalan kaki melewati jembatan cinta yang panjang menuju Pulau Tidung Kecil. Di Pulau Tidung Kecil yang tidak berpenghuni ini terdapat budidaya mangrove untuk mencegah abrasi air laut. Pulau yang dapat dikelilingi hanya dalam waktu 15 menit ini sungguh sangat mempesona. Kami berjalan berkeliling dan kembali ke tepi dermaga jembatan cinta Pulau Tidung Besar. Disini kami dapat bermain water sport seperti jet ski atau banana boat. Namun hal yang paling mengasyikan sekaligus memacu adrenalin adalah bridge jumping yaitu meloncat dari puncak jembatan setinggi kurang lebih 7 meter dari permukaan laut langsung ke dalam laut. Sungguh suatu tantangan tersendiri, setelah melakukannya ,sayapun ketagihan mencobanya hingga tiga kali!
Setelah makan siang, kami pun bersiap-siap kembali ke Jakarta dengan segudang cerita menyenangkan dan keinginan untuk kembali ke pulau ini lagi jika ada kesempatan. Satu lagi yang perlu diingat, karena pulau ini tidak mempunyai Tempat Pembuangan Akhir sampah, maka setiap pengunjung yang membawa sampah dari Jakarta harus membawa kembali ke Jakarta sampah tersebut, so keep this Island clean.
Getting here:
1. Anda dapat menggunakan jasa agen perjalanan maupun bepergian sendiri, namun pastikan Anda telah mendapatkan guest house atau rumah penduduk yang dapat dijadikan penginapan karena setiap weekend, pulau ini selalu ramai dikunjungi. Untuk travel agent dapat di lihat di situs facebook: pulau tidung dan kaskus: tidung. Biaya untuk agen perjalanan tergantung dari paket dan fasilitas yang diberikan, jumlah peserta, dan lama tinggal dipulau..
· Jika anda ingin bepergian sendiri dapat langsung menggunakan kapal dari pelabuhan muara angke dengan membayar ± Rp. 40.000,- sekali jalan,atau menggunakan boat dari Pantai Marina, Ancol
· Biaya sewa rumah atau guest house semalam untuk 3 tempat tidur ± Rp.300.00,-
· Harga sewa peralatan snorkeling ± Rp. 30.000,- untuk menyewa sepeda ± Rp. 15.000,-/ hari dan sewa motor ± Rp.50.000,- / hari. Di pulau ini tidak terdapat transportasi mobil
2. Sinyal handphone di Pulau tidung sangat buruk, hanya provider indosat yang memiliki akses sinyal disana, itupun sangat lemah.
pictures by Indah Kusuma Pertiwi :)
so, jangan takut gosong, yuk ke Pulau Tidung :)
No comments:
Post a Comment